Manusia
dan Harapan
A. Pengertian
Harapan
Setiap
manusia mempunyai harapan. Manusia tampa harapan , berarti manusia itu mati
dalam hidup. Orang akan meninggal sekalipun mempunyai harapan, biasanya berupa
pesan-pesan kepada ahli warisnya.
Harapan
tersebut tergantung kepada pengetahuan,pengalaman, lingkungan hidup, dan
kemampuan masing-masing. Misalnya, budi yang hanya mampu membeli sepeda,
biasanya tidak mempunyai harapan untuk membeli mobil. Seorang yang mempunyai
harapan yang berlebihan tentu menjadi buah tertawaan banyak orang, atau orang
itu seperti peribahasa “ si pungguk
merindukan bulan”
Berhasil
atau tidaknya suatu harapan tergantung pada usaha orang yang mempunyai harapan,
misalnya Rafiq mengharapkan nilai A dalam ujian yang akan datang, tetapi tidak
ada usaha, tidak pernah hadir kuliah. Ia menghadapi ujian dengan santai.
Bagaimana Rafiq memperoleh nilai A. luluspun tidk mungkin.
Harapan
harus berdasarkan kepercayaan, baik kepercayaan pada diri sendiri, maupun
kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Agar harapan terwujud, maka perlu
usaha dengan sungguh-sungguh. Manusia
wajib selalu berdoa. Karena usaha dan doa merupakan saran terkabulnya harapan.
Harapan
berasal dari kata harap yang berarti keinginan supaya sesuatu terjasdi,
sehingga harapan berarti sesuatu yang diinginkan dapat terjadi. Dengan demikian
harapan menyangkut masa depan.
Contoh:
·
Budi seorang mahasiswa STMIK Gunadarma,
ia rajin belajar dengan harapan didalam ujian semester mendapatkan angka yang
baik.
·
Hadir seorang wiraswasta yang rajin.
Sejak mulai menggarap usahanya ia mempunyai harapan usahanya menjadi besar dan
maju. Ia yakin usahanya menjadi kenyataan, karena itu ia bersungguh-sungguh
dengan usahanya itu.
Dari
kedua contoh terlihat, apa yang diharapkan Budi dan Hadir ialah trjadinya buah
keinginan, karena itu bekerja keras. Budi belajar tanpa mengenal waktu dan
Hadir bekrja tanpa mengenal lelah. Semuanya itu dengan suatu keinginan demi
terwujudnya apa yang diharapkan. Jadi untuk mewujudkan harapan itu harus
disertai dengan usaha yang sesuai dengan apa yang diharapkan. Bila dibandingkan
dengan cita-cita, maka harapan mengandung pengertian tidak terlalu muluk,
sedangkan cita-cita pada umumnya perlu setinggi-tingginya. Antara harapan dan
cita-cita terdapat kesamaan:
·
Keduanya menyangkut masa depan yang
belum terwujud
·
Pada umunya dengan cita-cita maupun
harapan orang menginginkan hal yang lebih baik atau meningkat.
B. Apa
Sebab Manusia Mempunyai Harapan?
Menurut
kodratnya manusia itu adalah makhluk social. Setiap lahir ke dunia langsung
disambut dalam suatu pergaulan hidup, yakni di tengah suatu keluarga atau
anggota masyarakat lainnya. Tidak ada satu manusiapun yang luput dari pergaulan
hidup. Ditengah-tengah manusia lain itulah, seseorang dapat hidup dan
berkembang biak fisik/jasmani maupun mental/spiritualnya. Ada dua hal yang
mendorong orang hidup bergaulan dengan manusia lain, yakni dorongan kodrat dan
dorongan kebutuhan hidup.
·
Dorongan kodrat
Dorongan ialah sifat, keadaan, atau
pembawaan alamiah yang sudah terjelma dalam diri manusia sejak manusia itu
diciptakan oleh Tuhan, misalnya menangis, bergembira, berpikir, berjalan,
berkata, berkata, mempunyai keturunan dan sebagainya. Setiap manusia mempunyai
kemampuan untuk itu semua.
Dorongan kodrat menyebabkan manusia
mempunyai keinginan atau harapan, misalnya menangis, tertawa, bergembira dan
sebagainya. Seperti halnya orang yang menonton pertunjukan lawak, mereka ingin
tertawa, pelawak juga mengharapkan agar penonton tertawa terbahak-bahak.
Apabila penonton tidak tertawa, harapan kedua belah pihak gagal, justru
sedihlah mereka.
·
Dorongan kebutuhan manusia
Sudah
kodrat pula bahwa manusia mempunyai bermacam-macam kebutuhan hidup, kebutuhan
hidup itu pada garis besarnya dapat dibedakan atas: kebutuhan jasmani dan
kebutuhan rohani.
Menurut
Abraham Maslow sesuai dengan kodratnya harapan manusia atau kebutuhan manusia
itu ialah:
-
Kelangsungan hidup (survival)
-
Keamanan (safety)
-
Hak dan kewajiban mencintai dan dicintai
(be loving and love)
-
Diakui lingkungan (status)
-
Perwujudan cita-cita (self actualization)
-
C. Kepercayaan
Kepercayaan
berasal dari kata percaya, artinya mengakui atau menyakini akan kebenaran.
Kepercayaan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pengakuan atau keyakinan
akan kebenaran. Ada ucapan yang sering kita dengar:
-
Ia tidak percaya pada diri sendiri
-
Saya tidak percaya ia berbuat seperti
itu atau berita itu kurang dapat dipercaya
-
Bagaimana juga kira harus percaya kepada
pemerintah
- Kita harus percaya akan nasehat-nasehat
kyai itu, karena nasehat itu diambil dari ajaran Al-Quran
Dengan
contoh berbagai kalimat yang sering kita dengar dalam ucapan sehari-hari itu,
maka jelaslah kepada kita, bahwa dasar kepercayaan itu adalah kebenaran.
Ada
jenis pengetahuan yang dimiliki seseorang, bukan karena merupkan hasil
penyelidikan sendiri, melainkan diterima dari orang lain. Kebenaran pengetahuan
yang didasarkan atas orang lain itu disebabkan karena orang lain itu dapat
dipercaya. Yang diselidiki bukan lagi masalahnya, melainkan orang yang
memberitahukan itu dapat dipercaya atau tidak. Pengetahuan yang diterima dari
orang lain atas kewibawaan itu disebut kepercayaan. Makin besar kewibawaan yang
memberitahu mengenai pengetahuan itu semakin besar kepercayaan.
Dalam
agama terdapat kebenaran-kebenaran yang dianggap diwahyukan artinya
diberitahukan oleh Tuhan-langsung atau tidak langsung kepada manusia.
Kewibawaan pemberi kebenaran itu ada yang melebihi besarnya. Kepercayaan dalam
agama merupakan keyakinan yang paling besar. Hak berpikir bebas, hak atas
keyakinan sendiri menimbulkan juga hak beragama menurut keyakinan.
Kebenaran
Kebenaran
atau benar amat penting bagi umat manusia. Setiap orang mendambakannya, karena
ia mempunyai arti khusus bagi hidupnya. Ia merupakan focus dari segala pikiran,
sikap dan perasaan.
D. Berbagai
kepercayaan dan usaha meningkatkannya
Kepercayaan
adalah kebenaran. Kepercayaan itu dapat dibedakan atas:
-
Kepercayaan pada diri sendiri
Kepercayaan
pada diri sendiri iru dinamakan setiap pribadi manusia. Percaya pada diri
sendiri pada hakekatnya percaya pada Tuhan Yang Maha Esa. Percaya pada diri
sendiri, menganggap dirinya tidak salah, dirinya menang, dirinya mampu
mengerjakan yang diserahkan atau dipercayakan padanya.
-
Kepercayaan kepada orang lain
Percaya
kepada orang lain itu dapat berupa percaya kepada saudara, orang tua, guru,
atau siapa saja. Kepercayaan kepada orang lain itu sudah tentu percaya terhadap
kata hatinya, perbuatan yang sesuai dengan kata hari atau terhadap kebenaranya.
Ada ucapan yang berbunyi orang itu dipercaya karena ucapanya. Misalnya, orang
berjanji sesuatu harus dipenuhi, meskipun janji itu tidak terdengar orang lain,
apalagi membuat janji kepada orang lain.
-
Kepercayaan kepada pemerintah
Berdasarkan
pandangan teokratis menurut etika, filsafat tingkah laku karya
Prof.Ir.Poedjawiyatna, Negara itu berasal dari Tuhan. Tuhan langsung memerintah dan memimpin bangsa manusia, atau
setidaknya Tuhanlah pemilik kedaulatan sejati, karena semua adalah ciptaan
Tuhan. Semua mengemban kewibawaan, terutama pengemban tertinggi, yaitu raja,
langsung dikaruniai kewibawaan oleh Tuhan, sebab langsung dipilih oleh Tuhan
pula (kerajaan)
-
Kepercayaan kepada Tuhan
Kepercayaan
kepada Tuhan Yang Maha Kuasa itu amat penting, karena keberadaan manusia itu
bukan sendirinya, tetapi diciptakan oleh Tuhan. Kepercayaan berarti keyakinan
dan pengkuan akan keberanan. Kepercayaan itu amat penting, karena merupakan
tali kuat yang dapat menghubungkan rasa manusia dengan Tuhannya. Bagaimana
Tuhan dapat menolong makhluknya sedangkan makhluknya itu tidak memiliki
kepercayaan kepada Tuhannya, sebab tidak ada tali penghubung yang mengalirkan
kekuatannya. Oleh karena itu jika manusia agar dapat pertolongan dari pada-Nya,
manusia harus percaya kepada Tuhan, sebab Tuhanlah yang selalu menyertai
manusia. Kepercayaan atau pengakuan akan adanya zat Yang Maha Tinggi yang
menciptakan alam semesta dan segala isinya merupakan konsekuensinya tiap-tiap
umat beragama dalam melakukan pemujaan kepada zat tersebut.
Berbagai
usaha yang dilakukan manusia untuk meningkatkan rasa percaya kepada Tuhannya.
Usaha itu bergantung kepada kepribadian, situasi, kondisi dan lingkungan. Usaha
itu antara lain:
1/
meningkatkan ketaqwaan kita dengan jalan meningkatkan ibadah
2/
meningkatkan pengabdian kita kepada masyarakat
3/
meningkatkan kecintaan kita kepada sesame manusia dengan jalan suka menolong,
dermawan dan sebagainya
4/
mengurangi nafsu mengumpulkan harta yang berlebihan
5/
menekan perasaan negative seperti iri, dengki, fitna dan lain sebagianya.
0 komentar:
Posting Komentar